Tiba tiba saja aku ingin mendokumentasikan tentang perjalananku ke Pare untuk
yg kedua kalinya. Dimana terdapat banyak sekali perbedaan dengan pertama kali
aku kesana pada tahun 2009 dan tahun 2012 ini. Sungguh terlalu, apakah nama
Pare yg dikenal sebagai kampung inggris itu telah menghasut banyak orang
sehingga tidak ada lagi keistimewaannya. Perjalananku ke Pare dimulai
ketika temanku Ary memiliki rencana untuk pergi kesana, awalnya aku tidak yakin
karena sebagian orang memiliki minat yang sama namun jarang sekali yang
mewujudkannya, tapi Ary berbeda Ary sungguh mewujudkan itu.
Perjalalan dari Bandung menuju Kediri sampai ke
Kampung Inggris di butuhkan waktu 15 jam jika kalian kesana menggunakan kereta
ekonomi kahuripan dan kalian akan lebih hemat waktu yaitu hanya 11 jam jika
kalian menggunakan kereta bisnis Malabar yg berangkat dari Stasiun Kota
Bandung. Waktu itu hari ke berangkatanku dari Bandung adalah hari rabu, aku
melihat dulu jadwal keberangkatan kereta ekonomi kahuripan dari stasiun kiara
condong bandung. Setelah aku tahu jadwal keberangkatan kereta ekononi kahuripan
dari stsiun kiqra condongbandung adalah pukul 20.00 dan yang lebih beraninya
lagi aku nekat tidak memesan tiket sehari sebelum ataupun jauh sebelum jam
keberangkatan.
Aku hanya bermodal yakin perjalanan dari bandung
menuju kediri pasti masih ada tiket, aku berangkat dari kos pukul 19.00 dan
tepat pukul 20.00 aku sampai di muka gg dan karena takut jadwal keberangkatan
berbeda dari yang direncakan aku berlari menuju stasiun. Aku membeli tiket
dwngan harfa 38.000, naik sekali dengan 2 tahun lalu harganya 24rb. Aku
menympatkan shalat isha di stasiun dan kereta datang 15 menit setelahnya,
gerbongku nomer 7 gerbong paling belakang.
Depanku adalah seorang bapak yg baru saja
mengunjungi anaknya yang bekerja dan sekarang telah bekerluarga di Bandung, ia
bercerita tentang sulitnya mencari pekerjaan saat ini. Aku hanya mengangguk,
karena tujuanku bukan mencari pekerjaan melainkan membuat pekerjaan baru. Bapak
itu memiliki 3 orang anak, dan beruntung kawan anak bapak itu sekolah semua
meski rata-rata adalah tamatan SMA. Bapak itu bercerita tentang anaknya di
Bandung yang memiliki kesempatan untuk pindah lokasi kerja di Medan dengan
imingan gaji 15juta, wow besar sekali pikirku. Besar sekali untuk tamatan SMA.
Namun anaknya tidak mau, kata bapak tersebut karena
anaknya sudah betah tinggal di Bandung. Dan mungkin pikirku tidak terlalu jauh
juga dari kota Jogjakarta tempat bapaknya tinggal. Disamping kananku duduk
orang jawa yang agak aneh, agak misterius sekaligus pendiam. Tapi aku yakin ada
sesuatu yang orang itu pikirikan, terlihat dari gerak-geriknya dan tatapannya
memandang. Didepanku duduk 2 orang dari Bandung yang juga pendiam, tapi 2 orang
tersebut bukannya pendiam melainkan menutup diri karena sifatnya.
Aku senang berada di kereta api ekonomi, karena
banyak pedagang mondar-mandir disini. Gampang sekali mencari makanan dan tak
perlu khawatir dengan harganya, beda dengan kereta api bisnis dan eksekutif
yang harga makanannya super duper mahal. Kalau lagi lapar aku biasa beli nasi
ayam dengan harga 5ribu rupiah, tapi nasi ayam yang aku makan sering kali
ayamnya tidak hangat lagi. Bentuknya memang kecil, sesuai dengan harganya.
Entah ayam itu ayam bagus yang dipotong dengan cara halal ataupun ayam apa,
yang penting aku berdoa dulu sebelum makan. Kadang barang-barang yang dijual
dikereta lebih murah dari harga yang biasa kita temukan dipasar, jadi jangan
ragu untuk membeli barang di kereta. Dan yang terpenting, harga dipengaruhi
oleh kualitas. Jadi kalau membeli barang yang agak murah, jangan berharap untuk
mendapat kualitas sempurna.
Kereta terus berjalan hingga malampun datang, aku
melihat sekeliling sudah banyak orang yang tidur. Apakah mereka benar-benar
tidur, atau berusaha memejamkan mata. Karena aku yakin, bukan hanya aku orang
yang kadang sulit tidur sebelum membaca sesuatu sampai bosan ataupun sebelum
minum susu coklat hangat. Aku berusaha memejamkan mata dengan tangan bersilang
didepan dada karena aku berusaha menjaga barangku, dan hingga akhirnya tak
sadar akupun ikut tertidur. Saat aku bangun ditengah malam, aku melihat sekitar
orang-orang juga sudah ikut tertidur pulas. Kami semua tertidur pulas dalam
kereta, dalam kereta ekonomi yang supersederhana. Terbuat dari kursi plastik,
namun kami yakin masing-masing dari kami mempunyai tujuan perjalanan yang
mulia. Mencari ilmu, bekerja, ataupun bertemu keluarga.
Perjalanan yang panjang, hingga pagi tiba. Aku
terbangun subuh-subuh dan sulit untuk tertidur kembali, aku melihat bapak
depanku bersiap untuk turun karena beliau sudah hampir sampai di kota
tujuannya, Jogjakarta tepatnya di stasiun lempuyangan. Asal kau tahu kawan,
Jogjakarta adalah kota pelajar. Kenapa disebut demikian karena kota ini
memiliki begitu banyak sekali universitas dan sekolah-sekolah tinggi, banyak
orang kota ataupun orang desa yang merntau ke Jogja untuk melanjutkan
pendidikan. Kereta sudah mulai sepi, tinggal mereka yang menuju tujuan akhir
Surabaya, Kediri dan Malang yang tersisa. Aku termasuk diantarannya, yang ada
dalam benakku hanya seperti apakah kondisi kampung inggris itu sekarang,
setelah 1,5 tahun aku tak melihatnya.
TInggal 3 stasiun lagi dan aku sampai ditujuan
utamaku Kediri, dan tempat dimana penumpang terakhir berhenti untuk melanjutkan
perjalanannya. Bagi mereka yang ingin menuju Surabaya dan Malang, merekapun
harus berhenti di Stasiun ini dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan
menggunakan Bus. Setelah sampai aku disambut dengan banyaknya tukang becak yang
menawarkan mengantar perjalanan untuk menuju tempat pemberhentian bis menuju
kampung inggris, setiap ada orang luar kota yang datang terutama tak bias
bahasa jawa mereka pasti menyebutkan kata “Kampung Inggris” atau “BEC” tempat
kursus bahasa inggris yang pertama berdiri di Pare itu sekaligus menjadi
pelopor tempat kursus yang lain.
Aku sudah tau siasat mereka, BUSUK. Aku tak mau
terjebak untuk yang ketiga kalinya, aku sudah 2 kali terjebak rayuan BUSUK para
tukang becak itu. Yang mengantarkan kita para pendatang ke tempat pemberhentian
bus dan meminta bayaran 15 ribu, mereka bilang bayaran itu sudah biasa. Padahal
tempat yang dituju bias hanya dengan berjalan kaki sekitar 300 meter, seperti
yang kulakukan sekarang aku berjalan kaki menuju tempat pemberhentian bus.
Setelah keluar dari stasiun, aku agak bingun dengan tempat ini jalannya ada 2
yang manakah jalan yang benar. Sambil tukang becak yang lain meliatiku sambil
mereka menawarkan jasannya.
No comments:
Post a Comment